Selasa, 29 Desember 2009

TUGAS SEMESTER 4

Pertarungan antara jiwa dan tubuh rene descartes
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah 
Filsafat manusia




 




Oleh :
Bakhtiardi P.S 07110241001
Praditya Ika Siwi 07110241002 
Rima cah yani 07110244003
  





PROGRAM STUDI ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009


BAB I 
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 
Ada dua hal penting yang harus kita ketahui, sebelum kita masuk kedalam pemikiran Descartes tentang manusia. Pertama mengenai dominasi ilmu biologi Aristotelian didalam tradisi akademik pada masa Descartes. Ketika itu ilmu-ilmu biologi yang diajarkan di universitas-universitas di Perancis, didominasi oleh konsep Aristotelian tentang jiwa. Jiwa dianggap sebagai prisip yang member kehidupan kepada makhluk hidup. Semua organism, baik tumbuh-tumbuhan dianggap memiliki jiwa, yakni jiwa vegetative. Dengan jiwa vegetative semua organism mampu menyerap makanan dan mampu bereproduksi. Akan tetapi, pada hewan terdapat jiwa tambahan yakni jiwa sensitive (kadand-kadang disenut jiwa hewani). 
Dengan jiwa sensitive , semua hewan mempunyai kemampuan yang lebih kompleks, misalnya daya penggerak, sensasi, ingatan, dan imajinasi. Satu-satunya makhluk hidup yang dipandang paling tinggi derajatnya adalah manusia, dianggap memiliki jiwa rasional. Dengan jiwa rasionalnya, manusia mampu berpikir secara sadar, membuat norma social, serta menyusun kebajikan kebajikan moral.
Aristoteles dan para pengikutnya melakukan beberapa observasi yang cerdik mengenai fungsi organis yang dihubungkan dengan jiwa, akan tetapi ditinjau dari titik pandang ilmu pengetahuan modern, pendekatannya memperlihatkan beberapa keterbatasan. Mereka mengira fungsi jiwa dapat dipandang sebagai factor utama, yang dapat menjelaskan seluruh fenomena kehidupan. Akan tetapi, dikemudian hari fungsi jiwa tersebut tidak dapat menjelaskan dirinya sendiri berdasarkan unit-unit ang lebih dasar.
Hal kedua yang perlu kita ketahui adalah pengalaman Descartes mengenai bergeraknya patung-patung akibat dorongan air. Descartes mengunjungi tempat yang sangat menarik, Yakni tempat serangkaian patung-patung mekanis yang ruwet, yang dirancang khusus didalam gua-gua ditepi sungai sheine. Jika para pengunjung menginjak piring-piring yang dibawah lantai, maka air-air akan mengalir melalui pipa-pipa dan katup-katup yang terdapat dalam paung-patung, sehingga dapat menyebabkan patung patung tersebut bergerak. Kendati hanya dimaksudkan untuk hiburan saja, patung-patung tersebut memberikan ilham bagi Descartes untuk teori-teorinya tentang badan-badan yang hidup, yang menurut anggapannya digerakan oleh kekuatan kekuatan mekanis.  
B. Rumusan masalah
Berdasarkan pemaparan diatas penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai metode, fisika dan fisiologi serta filsafat Descartes tentang jiwa dan pertaliannya dengan tubuh. Sehingga diperoleh perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana metode yang diterapkan Descartes ?
2. Bagaimana ide dan pemikiran tentang fisika dan fisiologi Descartes?
3. Bagaimana filsafat descates tentang jiwa dan pertaliannya dengan tubuh ?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Descartes 
Obsesi Descartes adalah menjawab pertanyaan tentang bagaimana ilmu-ilmu non matematik bisa memiliki kepastian yang sama dengan hasil hasil yang diraih oleh geometris analitis. Jawaban Descartes adalah menerapkan cara berpikir geometris pada seluruh bidang pengetahuan tanpa terkecuali. Dalam geometri kita mulai dengan sebuah aksioma yang pasti dan jelas, seperti misalnya “sebuah garis lurus meruoakan jarak terpendek antar dua titik”. Kemudian kita menghubungkan aksioma aksioma tersebut melalui langkah kecil tapi pasti dan logis, untuk sampai pada sebuah kesimpulan. Cara seperti ini menurut desacaters dapat diterapkan di luar pengetahuan geometri yakni dengan cara berangkat dari data-data yang jelas dan tegas dan tidak dapat diragukan lagi.
Pada dasarnya Descartes ingin menunjukan kepada kita jalan menuju kepastian. Jalan itu adalah melalui keragu-raguan, yakni meragukan segala hal, dan kemudian mengambil sebagai aksioma apapun yang terbukti tidak dapat diragukan.
Dalam sebuah karyanya yang berjudul “Rules for the directions of the mind”. Descartes berusaha menunjukan bagaimana metodenya ini dapat diterapkan pada analisa mengenai dunia fisik. Pertama tentukan terlebih dahulu sifat-sifat dasar sederhana yang terdapat pada sebuah objek, yakni unit-unit elementer dan aksiomatis dari sebuah objek. Sifat dasar yang sederhana adalah gagasan atau kesan yang jelas. Yakni makna yang diberikan secara langsung dalam pengalaman dan terpilah-pilah, yakni makna yang tidak bisa diragukan dan dianalisis lagi lebih lanjut. Sumber utama yang muncul adalah karena menerima gagasan yang jelas, tetapi tidak terpilah pilah sebgai sifat dasar yang sederhana yakni sifat yang telah diragukan, tetapi tidak secara memadai. Kesan yang menyesatkan dari sebuah tingkat yang bengkok didalam air jernih misalnya, merupakan sebuah gagasan yang jelas tetapi tidak terpilah pilah. “bengkoknya” tongkat itu jelas, tetapi bisa saja diragukan, misalnya karena ada pembiasan dalam air. Padahal sebenarnya tongkat itu lurus.
Setelah secara sistematis Descartes meragukan gejala fisis, ia lalu menarik kesimpulan, bahwa hanya terdapat dua sifat dasar yang jelas dan tidak terpilah-pilah, atau yang tidak bisa diragukan dan di analisis lagi yakni keluasan atau eksistensi dan gerak. Ia percaya bahwa seluruh gejala alam fisis harus bisa dijlaskan yang hubungannya dengan dua sifat dasar tersebut.
B. FISIKA DAN FISIOLOGI DESCARTES
1. Fisika 
 “Risalah tentang Cahaya” menyajikan gagasan fisika Descartes, yang didasarkan pada analisis atas partikel partikel yang bergerak. Mengikuti aristoteles, Descartes percaya bahwa tidak ada ruang kosong, seluruh alam semesta sepenuhnya berisi partikel partikel yang bermacam-macam yang bentuk gerakannya bermacam-macam pula. Kalau sebuah partikel bergerak , ia tidak meninggalkan ruang kosong dibelakangnya, karena ruang tersebut disis oleh partikel partikel lain sama seperti jika seekor ikan berenang, maka ruang yang ditinggalkannya diisi oleh air.
 Descartes percaya bahwa ada tiga jenis partikel dasar dialam semesta, yakni apai, tanah, dan udara. Ia memahami “api” sebagai unsure yang paling kecil. Sedemikian kecilnya sehingga ketikan berkumpul mereka membentuk “perpaduan zat cair dan gas yang sangant sempurna, yang mampu mengisi ruang bentuk dan ukuran.
 Namun partikel udara agak lebih besar meskipun masih terlampau kecil untuk diamati secara langsung. Partikel-partikel yang jumlahnya sangat luar biasa ini mengisi segenap ruang diantara objek –objek dan secara serentak bergerakdalam ruang, begitu ruang itu dikosongkan oleh objek yang bergerak. 
 Menurut Descartes , partikel partikel udara secara alamiah memformulasikan dirinya sendiri kedalam kolom-kolom diantara objek-objek, yang kemudian membentuk dasar material dari sinar cahaya. Lebih lanjut Descartes berpendapat bahwa partikel-partikel tanah yang membentuk objek itu secara terus-menerus bergerak atau bergetar, dan gerakan gerakan atau getaran-getaran tersebut kedalam kolom-kolom sinar cahaya menuju mata. Sebaliknya, getaran-getaran sinar merangsang partikel partikel material dari mata dan gerakan yang simpatetik. Dengan cara demikian, Descartes memberikan landasan fisis bagi sensasi cahaya pada individu yang mempersepsi.
 Dalam menjelaskan hal ini Descartes menggunakan analogi orang buta ketika melihat benda-benda mengguankan tongkat. Setelah orang buta ini meraba-raba dengan tongkatnya dan menemukan sebuah objek padat, maka tekanan pada ujung tongkat disalurkan dan dipersepsi oleh tangan. Dengan demikian tongkat analog dengan sinar cahaya kartesian, yang menyalurkan gerak suatu stimulus dari satu ujung ke ujung yang lain.
2. FISIOLOGI
 Dalam hal ini Descartes tertarik pada rongga-rongga didalam otak, atau biasa disebut ventricles, yang berisi cairan jernih berwarna kuning, yang pada saat itu dinamakan roh-roh hewani dan sekarang dinamakan cairan cerebrospinal. Ia berspekulasi bahwa cairan tersebut merupakan cairan paling kecil dan halus dalam dalam darah. Yang disaring melalui partikel-partikel yang lebih kasar dalam pembuluh darah halus menuju otak. Kemudian ia meminjam gagasan ahli fisika kuno galen bahwa roh-roh hewani mengalir melalui jaringan saraf-saraf tubuh, untuk mengaktifkan otot khusus ke seluruh tubuh. Tanpa mikroskop Descartes meyakinkan kepada dirinya dan kita bahwa urat-urat syaraf yang tipis itu berlubang. Berkat roh-roh hewani yang bersifat cair dan rongga – rongga yang berlubang, tubuh-tubuh hewani bergerak dengan mekanisme ketika ada rangsangan atau stimulant dari luar maka rongga – rongga yang semula tertutup kemudian terbuka dan roh-roh hewani mengalir menuju seluruh tubuh dan menggerakan tubuh-tubuh hewani.
 Dari teori tersebut yang dianggap ridak mengguanakan istilah yang jelas dan pasti namun Descartes sebenarnya telah memformulasikan gagasan umum tentang apa yang kita namakan fefleks. Sebuah rangkaian neurofisiologis dimana suatu stimulus tertentu dari dunia luar secara otomatis menimbulkan respons tertetntu pada organism. Para dokter misalnya menguji reflex dengan cara memukul dengkul kita (stimulus) untuk menghasilkan tendangan yang tidak di sengaja oleh kaki kita (respons). Mekanisme yang dibayangkan oleh Descartes tentang reflex kini terbukti keliru, urat – urat syraf kita tidak berisi rongga – rongga yang berlubang untuk menyalurkan pesan indrawi dan bukan sebagai penyalur roh-roh hewani atau cairan cerebrospinal sebagai pemrakarsa gerakan. Akan tetapi konsepsi umum Descartes mengenai reflex-refleks sangat berguna untuk psikolog dan fisiolog, dan kelak para penerusnya dapat mengembangkan teori-teori yang lebih akurat, yang mendasarai tranmisi syaraf.
 Berdasarkan teprinya tersebut Descartes membagi dua jenis respons reflektif yaitu reflex bawaan dan reflex yang diperlajari. Pada bagian yang pertama (reflex bawaan) jiwa-jiwa vital secara langsung menggerakan syaraf melalui penarikan urat sehingga menghasilkan respons otomatis dan langsung. Contohnya adalah respons ketika tangan terlmapu dekat dengan api, maka sinyal dari tangan menuju otak sehingga menyebabkan tangan secara reflex ditarik dari api.
 Jenis reflex yang kedua adalah reflex yang dapat dipelajari merupakan rekasi-reaksi yang diperoleh melalui proses hasil belajar. Dalam hal ini Descartes menjelaskan sejenis system pengungkit yang fleksibel didalam otak, yang memungkinkan hentakan yang masuk dapat membuka syaraf-syaraf yang lain dari yang dirangsang. Pembedaan umumnya dari reflex bawaan dan reflex yang dipelajari merupakan gagasan yang luar biasa dan produktif dalam psikologi barat.
 Sementara reflex bawaan dan reflex yang dipelajar dapat menjelaskan kerja atau gerak organism melalui stimulus dari dunia luar. Descartes pun beranggapan bahwa baik manusia maupun hewan tidak selalu meiliki respons yang sama pada setiap stimulus. Factor-faktor internal pun memainkan peranan dalam respons respons hewani. Menurut pendapatnya, respons – respons terjadi karena interaksi stimulasi eksternal pada system syaraf dengan kesiapan emosional internal dari roh-roh hewani. Setelah itu terjadi, terbentuklah respons respons yang terjadi dengan cara yang spesifik sesuai dengan kesiapan emosional internal dari roh-roh hewani.
 Descartes percaya bahwa analisinya berhasil menunjukan bagaimana seluruh fungsi-fungsi tradisional mengenai roh-roh vegetative dan roh-roh hewani dapat dijelaskan secara mekanis, jadi bisa menggantikan penjelasan aristoteles yang sudah kadaluarsa. Ia mengatakan hewan dapat dimengerti secara lengkap dalam istilah-istilah mekanik. Sebagaimana menjelaskan benda-benda yang bergerak secara otomatis. Akan tetapi Descartes tidak mengatakn hal yang sama tentang manusia, meskipun fakta menunjukan bahwa dalam banyak hal manusia menyerupai tubuh hewan, dan beroperasi seperti mesin. Ada perbedan yang mendasar mengenai manusia dan hean. Manusia mempunyai kemampuan untuk bersdar dan berkehendak. Adanya segi subjektif dari pengelaman manusia secara luhur tidak mengizinkan Descartes untuk menganalisis manusia secara mekanistik. Descartes menghubungkan gejala manusia dan kehadiran jiwayang dianggapnya berinteraksi dengan tubuh mesin pada manusia, pendek kata Descartes membuang roh-roh vegetative dan roh-roh rohani tetapi mempertahankan jiwa rasional.
C. Filsafat Descartes tentang jiwa dan pertaliannya dengan tubuh
  Diskurusus tentang Metode sebuah karya Descartes yang otobiografis, dan merupakan sebuah karya filsafat yang klasik, berkenaan dengan analisis tentang jiwa rasional manusia. Dalam buku tersebut ia menggambarkan awal usaha filosofisnya untuk meragukan semua hal secara sistematis. Pertama-tama descates meraguakan segala sesuatu, namun setelah terus menerus ragu akhirnya ia samapai pada suatu ide yang tidak dapat diragukan. Dari keragu-raguan tersebut maka saya berpikir dan sakarena saya berpikir maka saya ada, sehinnga semua keraguan yang dikemukakan oleh para skeptic tidak mampu menggoyahkannya. Dari peryataan tersebut dapat diambil satu buah makna mengenai tubuh dan jiwa. Bahwa jiwa sangatlah berbeda dengan tubuh. Jiwa adala satu hal dan tubuh adalah hal yang lain.
  Dengan begitu dapat dipilahkan bahwa jiwa adalah suatu substansi yang seluruh esensi atau hakikatnya adalah berpikir dan untuk keberadaannya tidak memerlukan ruang atau benda material atau tubuh, ini berari bahwa jiwa ini berbeda dengan tubuh dan lebih mudah mengetahui daripada tubuh, dan seandainya tubuh mengalami aus jiwa tidak pernah berhenti untuk berada.
  Tubuh sepertihalnya benda benda fisik lainnya terdiri dari partikel partikel yang bergerak dan memiliki keluasan, jiwa yang esensinya adalah kesadaran dan berpikir, keberadaannya tidak bergantung pada ruang dan waktu karena ia merupakan “substansi” yang immaterial atau bukan fisik.
  Keyakinan Descartes mengenai ide-ide bawaan merupakan tonggak awal mengenai filsafatnya. Ide bawan tentang kesempurnaan membawa pemikiran Descartes pada bahwa ada Tuhan yang sempurna dan dari jiwanya sendiri dan dari situ Descartes dapat menerima kesimpulan yang didasarkan pada pengalaman indrawi. Pengetahuan yang berasalkan dari indra dapat dijamin dan dipercaya. Karena disebabkan integritas jiwa yang mempersepsinya dan kesempurnaan Tuhan baik materi maupun jiwa adalah pasti.
  Jadi filsafat Descartes menempatkan rasio dan fungsi fungsi intelektual jiwa sebagai sesuatu yang lebih fundamental daripada pengalaman indra. Karena alasan ini Descartes biasanya dinamakan seorang rasionalis. Descartespun juga dinamakan seorang dualis karena pembedaannya yang tajam antara tubuh dengan jiwa. Descartes menambahkan bahwa tidak hanya berdasarkan tubuh dan jiwa saja gejala penting itu muncul. Melainkan dari banyak bentuk interaksi yang berbeda dari kedua substansi tersebut. Itulah sebabnya system filsafatnya sering disebut dualis interaktif. 
  Menurut Descartes tubuh tanpa jiwa hanya akan menjadi otomat belaka, yang digerakan secara mekanis oleh stimulus eksternal dan keadaan internal jadi tanpa kesadatan. Sebaliknya jiwa tanpa tubuh memang mempunyai kesadaran tapi tidak memiliki ide bawaan saja sehingga tidak bisa menggalkan kesan indrawi. Tubuh, bagaimanapun juga menambah kekayaan isi kesadaran jiwa, sedangkan jiwa menambah rasionalitas dan kehendak pada sebab perilaku.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian kami diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa :
1. Cara berfikir filsafat Descartes berasal dari keragu-raguan dan dari keraguraguan tersebut kita berpikir, maka dengan berpikir maka kita ada. Atau lebih dikenal dengan aku berpikir maka aku ada.
2. Ajaran fisika Descartes percaya bahwa didunia ini tidak terdapat ruang kosong, karena setiap partikel yang meninggalakan tempatnya akan langsung terisi oleh partikel lain.
3. Fisiologis Descartes memunculkan teori akan adanya gerak reflex dimana dapat dibagi dua bagian yakni gerak reflex bawaan dan gerak ferleks yang dapat dipelajari
4. Tubuh dan jiwa merupakan suatu hal yang sangat berbeda, jika jiwa adalah satu hal maka tubuh adalah hal yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Zainal, 2006, Filsafat Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Gaarder Jostein, 2008, Dunia Sophie, Bandung: PT Mizan Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar